Dalam perkembangannya, teknologi telah menyatukan
berbagai fungsi-fungsi ke dalam suatu piranti tertentu yang mana kita kenal
sebagai konvergensi. Konvergensi dalam media telah sangat banyak melakukan
perubahan terhadap bidang-bidang baik perubahan yang positif maupun perubahan
yang negatif. Konvergensi sendiri menurut Henry Jenkins (2006)
merepresentasikan pergantian paradigma – perpindahan dari konten spesifik dari
suatu media tertentu menuju konten yang ‘mengalir’ dalam berbagai saluran
multimedia, menuju kepada sistem komunikasi yang saling bergantungan, menuju
berbagai cara untuk mengakses konten media dan menuju hubungan yang lebih
kompleks antara perusahaan media dan budaya partisipatif.
Perubahan-perubahan
yang diakibatkan oleh konvergensi nyatanya tidak diiringi dengan perubahan atau
pembuatan regulasi baru untuk memfasilitasi proses komunikasi. Padahal, dalam
dunia yang konvergen, alur transfer informasi sangat terbuka dan memudahkan
bagi siapa saja untuk mengambil data-data yang ada untuk tujuan tertentu. Data
pribadi seseorang seakan-akan menjadi data publik dalam beberapa media. Batasan
antara apa yang pribadi dan apa yang publik menjadi buram dalam dunia yang sudah
sangat konvergen. Untuk itu dibutuhkan regulasi-regulasi yang relevan untuk
mencegah pengambilan data pribadi untuk kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Belakangan,
terjadi beberapa peristiwa terkait isu data pribadi tersebut. Beberapa
perusahaan swasta menggunakan informasi dan data pribadi dari pengguna ataupun
konsumennya untuk tujuan tertentu yang tidak seharusnya. Salah satu contoh
peristiwa terkait isu privasi adalah peristiwa ojek online. Sifat konvergen yang dimiliki oleh aplikasi ojek online yang menggabungkan fungsi-fungsi
seperti pemesanan transportasi, fitur pesan singkat, pemberian review dan feedback nyatanya dapat berdampak negatif bagi pelanggan meskipun
di satu sisi memberikan banyak kemudahan baginya. Dilansir dari Techinasia,
seorang pelanggan ojek online
dimaki-maki oleh pengendara ojek tersebut via sms karena diberikan bad review.
Aksi teror yang dilakukan oleh
pengendara ojek tentunya bisa ia lakukan karena ia sudah memiliki nomor telepon
dari pelanggan yang sebelumnya. Hal ini tentu saja bersinggungan dengan isu
privasi dari pelanggan dan melanggar undang-undang konsumen. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bagian I pasal 4 ayat
menyatakan bahwa salah satu hak yang dimiliki konsumen adalah hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Tidak sampai di situ saja, isu privasi
pada perusahaan yang sama, yaitu perusahaan ojek online Go-jek, menggunakan data ataupun informasi dari pelanggannya
untuk kepentingan pribadi. Salah satu pengendara Go-jek mengirimkan pesan
pribadi kepada pelanggannya untuk berkenalan. Peristiwa ini adalah salah satu
peristiwa yang paling sering terjadi dan dapat merugikan pelanggan. Pengendara
juga tidak hanya memiliki nomor telepon pelanggan, tetapi juga mengetahui
alamat dan bagaimana penampilan secara jelas dari pelanggannya tersebut.
Untuk
itu, regulasi yang berkaitan dengan data pribadi perlu dibentuk dan
diberlakukan. Zaman yang serba konvergen harus dibatasi proses-prosesnya dengan
regulasi yang berkesinambungan dan tidak saling tumpang tindih. Rancangan
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi masih berada dalam tahapan penyusunan
per Agustus 2016. RUU Perlindungan Data Pribadi disebutkan bersumber pada
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012. Di dalam peraturan tersebut,
khususnya pada pasal 15 ayat 3 disebutkan bahwa penyelenggara sistem elektronik wajib menjaga kerahasiaan
data pribadi yang dikelola termasuk menjamin penggunaan dan pemanfaatannya yang
berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi.
Penyusunan
RUU ini berbekal harapan beberapa tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai,
yaitu: 1) melindungi dan menjamin hak dasar warga negara terkait dengan privasi
atas data pribadi; 2) menjamin masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari
pemerintah, pelaku bisnis dan organisasi lainnya; 3) mendorong pertumbuhan
industri teknologi, informasi dan komunikasi; 4) mendukung peningkatan daya
saing industri dalam negeri. Regulasi ini juga mengatur beberapa kondisi yang
dapat diterima untuk memberikan data pribadi yang sensitif melalui persetujuan
secara tertulis.
Rancangan
Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi diharapkan dapat menjadi
regulasi yang jelas dan mumpuni untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. RUU
diharapkan dapat memberikan definisi yang jelas mengenai privasi dan data
pribadi dan memberikan mekanisme-mekanisme yang jelas terkait proses pemberian
dan perlindungan data pribadi. Hal ini sangat penting untuk menghindari
kesamaan dengan regulasi-regulasi terkait perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang sebelumnya yang dinilai oleh beberapa pihak kurang jelas dan
masih dapat digoyahkan.
Oleh: Clarissa Setyadi - 1506724392
Daftar
Referensi:
Jenkins, Henry.
2006. “Convergence Culture (Where Old Media Meets New Media)”
halaman 423. New York: New York University Press.
Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
diakses pada situs http://sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf,
pada pukul 19.33
Paper “Menyeimbangkan Hak: Tantangan Perlindungan Privasi
dan Menjamin Akses Keterbukaan Informasi dan Data di Indonesia” yang
diterbitkan oleh Institute for Criminal
Justice Reform, 2015. Lihat http://icjr.or.id/data/wp-content/uploads/2015/11/paper-3-final-Menyeimbangkan-Hak.pdf
“Mengawal Regulasi Perlindungan Data Pribadi Di Indonesia” oleh Lembaga
Studi dan Advokasi Masyarakat pada tanggal 10 Agustus 2016, lihat http://elsam.or.id/2016/08/mengawal-regulasi-perlindungan-data-pribadi-di-indonesia/
“Apa yang Harus Go-Jek dan Startup Transportasi
Lainnya Lakukan untuk Melindungi Privasi Pengguna?” oleh Audi Eka Prasetyo, 15
September 2015, lihat https://id.techinasia.com/talk/privasi-pengguna-go-jek
Sumber gambar : http://www.coindesk.com/future-commodity-bitcoin-regulation-cftc/