Isu Privasi: Melihat Proses Penyadapan dari Sudut Pandang Hukum
Kemunculan telepon
genggam memang memudahkan kehidupan umat manusia. Akan tetapi, kemunculan handphone juga
menimbulkan suatu fenomena, yaitu penyadapan. Dengan menyadap handphone
seseorang, kita dapat mengetahui isi percakapan seseorang dengan orang yang lain tanpa
sepengetahuan orang yang disadap. Biasanya, hal ini dilakukan untuk mengetahui
rahasia atau informasi yang disembunyikan. Fenomena penyadapan menuai pro dan kontra dari
publik.
Ada yang berpendapat
bahwa penyadapan dinilai sebagai hal yang boleh dilakukan asalkan tujuannya
baik. Salah satu contoh nyatanya adalah mahasiswi yang curiga dengan perubahan
perilaku ibunya. Lalu, ia memutuskan untuk menyadap telpon genggam ibunya.
Alhasil, sang anak tahu bahwa ibunya berselingkuh dengan pria lain. Ada pun
contoh lain, yaitu pelaku eskploitasi manusia yang dipenjara karena transaksi
ilegalnya terbongkar karena penyadapan.
Dari sudut pandang
lain, penyadapan dipandang sebagai pelanggaran privasi. Privasi merupakan
sebuah ruang dimana seseorang dapat melakukan suatu hal tanpa diawasi oleh
pihak lain. Sebagai analogi, terdapat sebuah rumah. Ruang tamu dianggap sebagai
ruang publik yang dapat diakses oleh tamu yang ingin berjumpa dengan pemilik
rumah. Lain halnya dengan kamar seseorang yang tidak boleh diakses oleh
sembarang orang. Kamar tidur dalam suatu rumah dapat digambarkan sebagai
privasi. Tentunya, seseorang tidak ingin ruang privatnya ditembus oleh pihak
lain karena hal tersebut dapat merusak hak untuk mendapatkan kebebasan.
Sesungguhnya, kedua
sudut pandang tersebut tidaklah salah. Terdapat argumen yang masuk akal dari
masing-masing pendapat. Namun, bagaimana hukum di Indonesia memandang fenomena
penyadapan?
UUD
1945 Pasal 28 G ayat 1 menjelaskan bahwa: “ Setiap orang berhak atas perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Wah, berarti setelah
membaca undang-undang di atas, penyadapan itu tidak boleh dilakukan dong?
Sangat jelas bahwa penyadapan membuat data keluarga, martabat, dan harta benda
seseorang menjadi tidak terlindungi, bukankah begitu? Jangan terburu-buru
menyimpulkan dulu, kawan!
Pasal 32 UU No.39 tahun
1999: “Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan
komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”
Dari sini, kita mengetahui bahwa ternyata penyadapan
boleh dilakukan, asal harus melalui persetujuan hakim. Mahkamah Konstitusi RI
memiliki peran untuk memutuskan apakah penyadapan terhadap seseorang harus
dilakukan atau tidak. Namun, penyadapan tidak
dapat dilakukan sesuka hati. Penyadapan hanya dapat dilakukan untuk tujuan
penegakan hukum. Cara dan sistematika penyadapan pun sudah diatur dalam
undang-undang. Selain itu, Mahkamah
Konstitusi tidak bisa sembarangan memilih siapa yang ia ingin sadap. Penyadapan
dilakukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus: tipikor, jual-beli
narkotika, perdagangan manusia, dan pencucian uang.
Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK) juga merupakan lembaga negara yang memiliki hak untuk melalukan
penyadapan tanpa harus meminta izin kepada pengadilan terlebih dahulu. Mantan
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua mengaku banyak
terduga koruptor sukar dilacak lantaran cerdik menyembunyikan alat bukti.
Alhasil, komisi antirasuah menyadap ponsel mereka untuk mencari jejak korupsi. Dari
penyadapan, penyidik menemukan bukti yang kuat untuk menetapkan seseorang
sebagai tersangka korupsi. Banyak pekerja pemerintahan yang berhasil
dipenjarakan KPK menggunakan teknik penyadapan telepon, beberapa di antaranya:
Akil Mochtar dan Rubi Rubiandini.
Nah, sekarang kita
sudah tahu pandangan hukum di negeri kita mengenai penyadapan. Apabila
dikaitkan dengan konsep privasi, memang setiap warga negara memiliki hak untuk
memiliki ruang pribadi dan dilindungi data-data pribadinya. Hal ini dibahas
dalam UUD 1945 pasal 28. Namun, ada suatu konteks yang memungkinkan warga
negara ditembus ruang privatnya melalui penyadapan. Hal tersebut hanya dapat
dilakukan dengan dua syarat: atas izin MK ataupun KPK untuk tujuan penegakan
hukum. Apabila dua syarat tersebut tidak terpenuhi, penyadapan tidak lagi menjadi sebuah proses yang legal, melainkan merupakan tindak
kriminal dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman,
Semoga artikel ini
bermanfaat dan menambah pengetahuanmu ya, kawan!
Salam hangat,
Patricia Stella Harefa –
1506685896.
REFERENSI:
Hamzah, Andi, (2010). Hukum Acara Pidana Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika.
1 komentar
AGENS128 "agen bola terpercaya saat ini"
BalasHapusNikmati bonus new member 10% & bonus cashback setiap minggunya
dan tunggu promo promo kami lainya
info lebih lanjut bisa hub di :
WhatsApp : 0877-8922-1725
BBM : D8B84EE1 / AGENS128