Fenomena Awkarin: Konvergensi Media dan Pengaruhnya terhadap Sumber Daya Manusia
Konvergensi, seperti yang sudah dijelaskan di postingan sebelumnya,
adalah proses penggabungan antara dua dan lebih hal (KBBI). Ketika mendengar kata
‘konvergensi media’, yang muncul di pikiran saya adalah sebuah penggabungan dua
atau lebih unsur menjadi satu kesatuan yang tidak lepas dari peranan teknologi,
komunikasi, dan informasi. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin
efektifnya komunikasi, dan semakin mudahnya pengaksesan informasi – maka
semakin mudah pula konvergensi media untuk terus berkembang hingga pelosok
masyarakat dan meliputi bagian kehidupan apapun. Disini, kita akan memfokuskan
pembahasan kepada konvergensi media dan pengaruhnya terhadap sumber daya
manusia di Indonesia.
Bukan rahasia umum bahwa Indonesia merupakan negeri yang kaya akan
sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pernyataan ini didukung oleh fakta
bahwa Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari 13.000 pulau
(Wikipedia) serta jumlah penduduk saat sensus tahun 2016 berjumlah 255 juta
penduduk. Kedua fakta ini menegaskan bahwa perkembangan teknologi, informasi,
dan komunikasi di Indonesia memiliki laju yang cepat dan pastinya diiringi oleh
konvergensi media.
Orang yang dikenal sebagai selebriti sebelumnya merupakan mereka yang
memiliki kemampuan untuk berakting, menyanyi, membuat lagu, atau membawakan
acara televisi yang hanya berkutat pada lingkungan kerja masing-masing. Namun kini,
selebriti yang dikenal oleh semua orang khususnya masyarakat Indonesia adalah
mereka yang belum tentu memang berprofesi sebagai artis atau penyanyi professional
namun memiliki ratusan, ribuan, hingga jutaan pengikut di akun media social masing-masing.
Kita dapat mengambil contoh Awkarin, alias Karin Novilda. Siapa yang
tidak tahu remaja usia 19 tahun yang hidupnya penuh kontroversial tersebut? Diawali
oleh kegemarannya untuk memposting foto-foto di Instagram, yang kemudian
merambah ke media social tanya-jawab seperti Ask.fm, yang pada akhirnya
menuntun Awkarin terhadap rana Youtube yang kelak semakin membuatnya melejit.
Awkarin, seperti yang kita ketahui, bukanlah seseorang yang berasal dari dunia
artis. Ia hanyalah seorang remaja perempuan zaman milenial biasa yang gemar
untuk Selfie di Instagram,
blak-blakan tentang kehidupan di Ask.fm, dan meng-upload video Youtube tentang
kehidupannya sehari-hari. Namanya menjadi sorotan public untuk pertama kalinya
saat ia merekam video menangis sesegukan karena ditinggal oleh pacar, yang
kemudian ia upload di akun Youtube miliknya. Hampir seluruh netizen meninggalkan
komentar negative di kolom video tersebut. Beribu hujatan masuk di seluruh akun
media social Awkarin. Namun hal tersebut tidak membuat Awkarin mundur dari
dunia maya Indonesia, setelah digandeng oleh Takis Entertainment yang digagas
oleh Oka Mahendra, Awkarin seakan men-sah-kan statusnya sebagai selebriti tanah
air dengan mengeluarkan beberapa single yang baik lagu maupun video klip nya
diproduksi oleh Takis Entertainment yang notabene berisi ia, sang pacar
sekaligus ketua yaitu Oka Mahendra, dan teman-temannya.
Lantas, apa kaitannya ketenaran dan kontroversi yang Awkarin buat dengan
konvergensi media serta pengaruhnya terhadap sumber daya manusia? Kita bisa
melihat, bahwa suksesnya lagu Awkarin yang mencapai jutaan penonton di Youtube
tak terlepas dari kerja keras sang bintang untuk mempromosikannya di berbagai ‘peron’
suara yang ia miliki. Ini merupakan bentuk nyata dari konvergensi media dan
pengaruhnya terhadap SDM karena kini, seorang yang memiliki status sebagai ‘selebriti’
tidak sekedar bekerja pada proses ‘melakukan’ karya namun juga terlibat
langsung pada proses produksi dan ‘penjualan’ karya tersebut. Awkarin,
menggunakan beberapa platform social yang
ia miliki untuk mengobservasi apa-apa saja yang sedang menjadi tren di kalangan
remaja Indonesia, kemudian membuat karya yang berkaitan dengan tren tersebut,
dan memasarkannya di lebih dari satu media social yang ia miliki. Ini, menurut
saya, adalah bentuk nyata dari konvergensi media dan pengaruhnya terhadap SDM
karena sekarang, apabila seseorang ingin memiliki titel selebriti atau artis
yang terkenal, harus berkemampuan untuk menjual karyanya, bukan sekedar
memainkan atau membuat karya itu sendiri.
Daftar Referensi:
Jenkins, Henry. 2006. “Convergence Culture (Where Old Media
Meets New Media). New York: New York University Press.
Meikle,
Graham & Young, Sherman. 2012. “Media Convergence: Networked Digital Media
in Everyday Live”. London: Palgrave Macmillan.
Michael Z.,
Newman & Levine, Elena. 2012. “Legitimating Television: Media Convergence
and Cultural Status”. Oxon: Routledge.
Ricklefs,
M.C. “A History of Modern Indonesia Since C.1200”. 2008. London: Palgrave
Macmillan.
Tim, Dwyer.
“Media Convergence”. 2010. New York: McGraw-Hill.
Oleh Nadya Cheirin, 1506686255.
Oleh Nadya Cheirin, 1506686255.
0 komentar