Video Audisi Biskuat Semangat Dihujani Komentar Negatif Netizen

by - 03.23

Pada akhir bulan Mei 2017, video audisi Biskuat Semangat yang sebenarnya sudah ada sejak tahun 2013 lalu menjadi booming di media sosial. Beranda LINE News, Instagram, Path, Twitter, dan Facebook dipenuhi oleh cuplikan-cuplikan video audisi yang diikuti oleh anak-anak dari seluruh penjuru Indonesia dengan rentang usia berkisar dari 6-12 tahun.

Salsa, salah satu peserta Audisi Biskuat yang menjadi sasaran empuk Bully oleh netizen.

Namun, yang menjadi perhatian penulis dari kasus ini bukanlah pada anak-anak yang mengikuti audisi tersebut maupun pihak Biskuat, tetapi pada netizen yang mengomentari video-video tersebut. Memang ada beberapa komentar yang sifatnya membangun. Namun, tidak sedikit komentar negatif yang memenuhi kolom komentar pada akun Youtube Biskuat. Para netizen seakan berlindung pada ‘payung’ anonimitas sehingga merasa bebas untuk meluapkan apapun yang ada dipikirannya saat itu. Terlebih lagi yang menjadi pendorong bagi mereka untuk berkomentar adalah inivisibilty, yang berarti tidak ada satu orang pun yang mengetahui rupa komentator secara fisik.
sumber: Youtube


Kebebasan-kebebasan tersebut pada akhirnya mengarah pada suatu fenomena yang disebut sebagai online trolling. Dalam buku “Online Trolling and Its Perpetrators: Under the Cyberbridge” yang ditulis oleh Fichman dan Sanfillipo, online trolling adalah suatu perilaku menyimpang di dunia online yang sifatnya mengganggu dan repetitif yang dilakukan kepada individu lain atau suatu kelompok tertentu. Sementara menurut Reddit, yang juga dijadikan acuan oleh buku tersebut, mengatakan online trolling merupakan suatu seni yang dengan sengaja, dengan rahasia, dan dengan cerdik membuat kesal orang lain melalui internet menggunakan dialog. Fenomena ini cenderung terjadi dalam bentuk komunikasi asinkron, yaitu komunikasi yang terjadi tidak bersamaan antara pelakunya.

sumber: Youtube

Menurut Suler (2004), Online Disinhibition Effect merupakan suatu kondisi dimana seseorang dapat menyatakan perasaan dan emosinya, merasa takut serta menyampaikan keinginannya di dunia maya yang pada umumnya tak mereka sampaikan dalam keseharian mereka. Terdapat beberapa aspek yang ditekankan dalam teori ini. Suler percaya bahwa dalam internet seseorang bisa bersifat baik (benign disinhibition) atau malah sebaliknya dapat menimbulkan kerugian dan keresahan (toxic disinhibition).
Beberapa kecenderungan sikap manusia dijelaskan dalam teori ini. Aspek pertama adalah anonimitas dimana di internet, seseorang dapat merahasiakan identitas aslinya. Kedua adalah aspek invisibility. Hal ini memperlihatkan bahwa seseorang menjadi semakin terbuka atau bertingkah laku lain dari kebiasaan diakibatkan karena internet merupakan ruang yang dapat digunakan tanpa harus menunjukkan diri. Selain itu masih ada beberapa aspek lain namun yang paling relevan untuk menelaah kasus adalah dua efek ini.
Netizen yang berkomentar di kanal apapun pada dasarnya berusaha untuk menyampaikan aspirasinya sebagai masyarakat. Namun apakah aspirasi tersebut disampaikan dengan sebaik-baiknya atau malah cenderung berdampak negatif seperti hadirnya hate speech atau dalam kasus ini Trolling. Akun-akun palsu atau tanpa identitas lengkap yang bermunculan menunjukkan bahwa aspek anonimitas ini dapat dijadikan sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya trolling. Begitupun efek invisibility yang mana menjadikan orang semakin lebih leluasa dalam bertindak di internet, termasuk dalam berkomentar untuk menyudutkan orang lain.

sumber: Youtube
 Dalam sebuah jurnal yang dituliskan oleh Anthony McCosker, beliau mengutip pendapat Burgess and Green yang menyatakan secara spesifik bahwa Youtube sudah tidak lagi sebatas platform broadcast video saja. Youtube dilihatnya sebagai media archive dan social networks. Sekarang siapapun bisa mengutarakan pendapatnya melalui kolom komentar yang disediakan oleh pihak Youtube. Pengguna Youtube mendapat sebutan “Youtuber” ini memfasilitasi kebutuhan sosial melalui tiga bentuk partisipasi yaitu like, share dan comment
Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwasannya di Youtube sendiri tidak hanya komentar positif yang ada, melainkan berbagai macam bentuk komentar lainnya. Komentar-komentar negatif yang berujung pada tindakan cyberbullying dan trolling pun ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan komentar positif atau komentar yang sifatnya kritik membangun. McCosker melihatnya dua tindakan tersebut sebagai tindakan “provokatif”.
      Tentu melihat dari arti kata provokasi sendiri dalam konteks trolling sangatlah berbahaya. Perlu kita sadari bahwa video ini sudah diunggah empat tahun yang lalu dan baru viral tahun 2017 ini. Hal ini tentu tidak lepas dari peranan troll yang mencoba membuat sesuatu menjadi heboh. Tujuan dari para troll disebutkan sebagai to embarrass, anger and disrupt and it is often undertaken merely for amusement, but sometimes driven by more “serious” motives
        Akan menjadi suatu permasalahan ketika troll mencoba mempermalukan perilaku anak-anak dalam tayangan tersebut. Pada dasarnya mereka hanya diminta untuk berakting sesuai perannya, namun troll netizen menertawakan hal tersebut seakan-akan hal tersebut  lumrah bagi mereka. Anak-anak tersebut mungkin tidak semua menyadari bahwa mereka sedang dipermalukan oleh para troll. Tetapi, ketika suatu saat mereka sadar bahwa mereka sedang dipermalukan akan menjadi suatu permasalahan sendiri. Mental dan kepribadian mereka mungkin sekali akan jatuh dan terpuruk karena sudah menjadi bahan omongan selama ini. Pada akhirnya, dimanakah letak kebebasan berekspresi bagi anak-anak tersebut? Apakah kebebasan tersebut hanyalah sebuah fiksi belaka bagi para troller?


Disusun oleh Kelompok 5:
Clarissa Setyadi (1506724392)
G.P. Yuda Prasetia Adhiguna (1506686261)
Nadya Cheirin (1506686255)
Patricia Stella H. (1506685896)
Safira Rivani (1506685883)

Referensi:
  • Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. Cyberpsychology & behavior, 7(3), 321-326.
  • Ina Blau, & Azy Barak. (2012). How Do Personality, Synchronous Media, and Discussion Topic Affect Participation? Journal of Educational Technology & Society, 15(2), 12-24. Retrieved from http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/jeductechsoci.15.2.12
  • Fichman, Pnina. Sanfillipo, Madelyn. (2016). Online Trolling and Its Perpetrators: Under the Cyberbridge (6-7). London: Rowman and Littlefield.
  • McCosker, Anthony. 2014. "Trolling as Provocation: Youtube's Agonistic Publics." Convergence: The International Journal of Research into New Media Technologies 201-217.


You May Also Like

31 komentar

  1. Tampaknya hal ini bisa dikaitkan dengan teori Technological Determinisme ya? anak-anak tersebut terpapar teknologi dan media sehingga mereka meniru perilaku yang mereka lihat di media. kemudian mereka ikut audisi, dan dengan adanya Youtube video mereka jadi bisa tersebar luas dan orang-orang bisa memberikan komentar secara publik, sehingga menjadi trolling. padahal sebenarnya jika orang-orang (netizen) melihat audisi Biskuat ini secara langsung, kemungkinan besar mereka juga memberi komentar negatif dalam hatinya, tapi nggak ketahuan aja sama orang lain.

    -Leonie Di Karachi

    BalasHapus
  2. saya ingin memberikan sedikit pendapat pada postingan ini, yang berkaitan dengan cyberbullying. menurut bahan yang saya baca bahwa fenomena cyberbullying dibagi menjadi 2 jenis, cyberbullying dan cybercrime atau cyberharassment. definisi dari cyberbullying mengacu kepada konteks dimana pihak yang berperan sebagai pelaku dan korban dari bullying tersebut merupakan anak dibawah umur 18 tahun, sedangkan apabila konteks yang terjadi bahwa pelaku dan korban (atau salah satunya) merupakan seseorang diatas umur 18 tahun maka kasus tersebut masuk kepada konteks cybercrime atau cyberharassment. sehingga perlu diperhatikan kembali pada kasus biskuat ini termasuk kedalam konteks yang mana...
    sekian

    - Nabil Abdurrahman
    sumber : Taibah, Afifah (2013). Urgensi Kriminalisasi Cyberbullying di Indonesia. diperoleh dari http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S45390-Scientia%20Afifah%20Taibah

    BalasHapus
  3. Saya setuju dengan pembahasan kelompok mengenai online trolling. Saat ini memang trolling menjadi sebuah hal yang marak dilakukan oleh netizen khususnya pada platform sosial media dan kegiatan trolling tersebut semakin mudah dilakukan dikarenakan adanya anonimitas dan invisibility yang dimungkinkan oleh teknologi internet. Menurut saya hal ini cukup miris karena dapat benar-benar membuat sang objek sasaran mengalami mental breakdown. Apabila dikaitkan dengan teori pada mata kuliah PTIK, menurut saya pembahasan kelompok ini dapat dikaitkan dengan teori SCOT, bahwa setiap masyarakat akan memberikan sebuah makna pada teknologi yang ada berdasarkan konteks sosial masing-masing. Sehingga penggunaan teknologi YouTube oleh para netizen untuk melakukan trolling ataupun bullying tentunya juga disebabkan oleh konteks sosial para netizen tersebut.

    -Nadya Pratiwi, 1506686053-

    BalasHapus
  4. Memang sulit untuk menghindari fenomena online trolling di jejaring sosial apalagi di era seperti sekarang. Adanya opsi untuk memberikan komentar atau berekspresi dengan tidak menggunakan nama menurut saya juga mendukung tindakan trolling yang ada di internet. Toh mereka menganggap keberadaan mereka tidak dikenali jika menggunakan akun anonim di dunia maya. Bahasan yang menarik tentang video biskuat yang akhir-akhir ini muncul di jejaring sosial. Penulis telah banyak mengaitkan topik tersebut dengan materi mata kuliah PTIK. Good job!

    Vicentius Hino Saputra - 1506735616

    BalasHapus
  5. Konsep trolling sendiri sebenarnya memiliki hubungan dengan SCOT. Dengan diuploadnya sebuah video di YouTube, otomatis bisa dikatakan jejak rekam mereka bisa diakses kapan saja, dan beberapa situs berita kemudian mencari tahu jejak mereka dengan menggunakan nama lengkap. Bisa dikatakan artefak dari kasus ini ialah Video Audisi Biskuat. Saya merasa, setelah ditemukannya video tersebut oleh seseorang yang dikatakan anonim, artefak yang dirasa layak untuk dikembangkan memiliki variasi yang dkatakan banyak dan mampu menyelesaikan masalah seseorang yang dikatakan membutuhkan hiburan. Perkembangan digital pada masa ini membuat video yang sebenarnya sudah diunggah sejak lama (dan ada kemungkinan ditemukan secara tidak sengaja) bisa mengatasi masalah yang hadir di saat ini. Walaupun ini juga berkaitan dengan eksploitasi atas objek tertentu, terutama peserta Audisi Biskuat yang saat ini secara privasi mulai terganggu dengan video yang diunggah dan ditemukan tidak sengaja serta menjadi bahan eksploitasi pihak tertentu.

    Dimas Dwi Nugraha - 1506755611

    BalasHapus
  6. Dengan adanya media sosial masyarakat menjadi memiliki wadah tersendiri untuk menyalurkan aspirasi mereka termasuk menyalurkan pendapatnya lewat kolom komentar. Tentunya komentar tidak selalu mengarah pada hal positif tetapi juga hal negatif seperti yang telah dipaparkan oleh kelompok tentang trolling. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan antara apa yang masyarakat lakukan di dunia nyata dengan di dunia maya dimana di dunia maya masyarakat cenderung merasa lebih bebas dalam mengekspersikan dirinya. Saya setuju dengan pendapat kelompok tentang anonimintas dan invisibility menjadi aspek yang membuat masyarakat merasa aman dalam menunjukkan ekspresinya. Rasa aman ini kemudian menyebabkan masyarakat semakin merasa tidak bersalah dalam menunjukkan komentar negatif termasuk trolling. Dari kasus video audisi biskuat ini juga dapat diambil pelajaran bahwa segala sesuatu jika sudah masuk ke dalam internet maka berpotensi untuk viral dan sulit untuk dihilangkan.

    Nabila Khansa/ 1506686091

    BalasHapus
  7. Menurut saya dalam kasus ini diperlukan peran dari pihak media online (youtube) sendiri untuk mengurangi anonimitas dalam media online tersebut. Dengan identitas anonim, secara tidak langsung yotube telah memberikan ruang kebebasan yang dampak memunculkan dampak positif maupun negatif. Jika melihat contoh yang dijabarkan oleh kelompok ini sepertinya identitas anonim malah banyak menimbulkan dampak negatif. Anonimitas dalam media online harus dikurangi atau bahkan dihilangkan,karena kebebasan yang mutlak hanya akan merugikan orang lain, serta melemahkan penegakan hukum di media online. Cara normatif yang mungkin bisa digunakan youtube adalah memverifikasi identitas para pengguna youtube.
    Referensi : Zubaidi, A. 2011. Ruang Publik Dalam Media Baru. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2. diakses di http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/24/18

    Muhammad Ruswan - 1506756305

    BalasHapus
  8. topik yang sangat menarik untuk dibahas, karena siapa yang belum menonton video viral ini? saya setuju mengenai apa yang kelompok ini bahas dimana netizen dalam social media tidak memiliki batas lagi mengenai apa yang mereka tulis maupun comment, dikarenakan adanya invinsibility yang makin membuat netizen merasa bebas untuk melakukan Online Trolling maupun Cyberbullying. banyaknya para netizen yang membuat fake account hanya untuk menghujat dan melakukan Online Trolling kepada netizen lainnya di social media. Hate Culture sebenarnya memang sudah lama dilakukan oleh para masyarakat, namun dengan lahirnya social-media dimana semua orang bebas untuk mengutarkan pendapatnya hate culture tersebut semakin berkembang. contohnya seperti tujuan dari trolling yang sudah dijabarkan, yaotu untuk mempermalukan, untuk memprovokasi dan terkadang hanya untuk mendapatkan perhatian dari netizen lain bahkan terkadang hanya untuk memenuhi rasa ingin menghujat orang lain saja. namun dengan adanya regulasi mengenai penyebaran nama baik, dan adanya Report button, sepertinya masalah Online trolling ini belum dapat diselesaikan, karena para trollers ini dengan mudah dapat berlindung dibawah payung anonimitas.
    secara umum, topik yang sangat penting untuk dibicarakan, karena online trolling tidak sepenuhnya salah teknologi, namun kepekaan netizen saja yang masih sangat cetek mengenai hal-hal seperti ini. Nice one!

    Poppy Anggreini - 1506756280

    BalasHapus
  9. Saya setuju dengan statement penulis yang menyatakan bahwa troll is embarrass, anger and disrupt and it is often undertaken merely for amusement, but sometimes driven by more “serious” motives. Troll memang seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang heboh dan happening. Saya pribadi melihat fenomena trolling ini sudah mulai tidak sehat terutama jika sudah mulai menurunkan kepercayaan diri pihak objek trolling tersebut. Hal ini justru diperparah dengan salah satu cara berkomentar dengan unknown yang membuat siapa saja merasa bebeas mengatakan apapun baik tentang kehidupannya maupun teman-temannya. Yang saya khawatirkan bagaimana jika perilaku trolling ini kemudian erat kaitannya dengan bullying. Jika sudah pada tahap demikian, maka saya rasa orang-orang yang menganggap troling sebagai hal yang wajar, hendaknya sadar dan berhenti terbawa arus konvergensi yang dapat membuat kita lupa diri dan semena-mena dalam menyampaikan pendapat.

    Dian Pramudita - 1506686072

    BalasHapus
  10. Selamat malam.

    Memang sungguh kejam apabila menghujat seseorang apalagi seseorang yang dibawah umur. Karena anak kecil sangat ringkih dan rentan karena belum bisa bersikap dewasa. Pihak biskuat seharusnya tidak mengunggah video-video tersebut ke youtube. Seharusnya mereka berpikir bahwa itu dapat mempengaruhi kehidupan dari anak kecil tersebut. Trolling dari video biskuat tersebut telah menjamur di media sosial lain seperti instagram, line, dll. Dengan kata lain kita harus berfikir dua kali sebelum melakukan suatu tindakan!

    Arya Bhaswara Sutoyo - 1506756425

    BalasHapus
  11. Online Trolling merupakan hal yang sangat sering sekali terjadi di Indonesia. Masyarakat kita cenderung gemar mengolok sesuatu, dengan adanya internet hal ini justru semakin parah. Apa saja bisa dijadikan bahan olokan, ditambah dengan Online Disinhibition Effect dimana seseorang merasa "aman" untuk bertindak di dunia maya karena menganggap tidak ada yang mengawasi dan bisa berlindung dibalik identitas palsu. Sangat disayangkan jika anak-anak yang sebenarnya hanya ingin berkarya dan menggali bakatnya menjadi suatu bahan olokan. Hal yang akan sangat mungkin terjadi adalah, anak-anak ini merasa malu dan akhirnya berhenti berkarya. Masyarakat Indonesia harus belajar menghargai usaha orang lain dan berhenti menjadikan apapun sebagai lelucon. Di sisi lain yang menjadi concern saya, apakah pihak biskuat sudah pernah berkomunikasi dengan anak-anak tersebut bahwa video akan diunggah ke kanal youtube? Atau sebenarnya anak-anak ini menjadi korban karena video audisi yang sifatnya privasi tanpa seizin pihak yang akan tayang di video diunggah ke kanal youtube.

    Apa yang anak-anak lakukan di video sesungguhnya apa yang mereka liat di media kita sehari-hari. Mereka cenderung "meniru" apa yang mereka lihat di televisi, sinetron untuk orang dewasa misalkan. Jika dikaitkan dengan teori, maka Technological Determinsm saya rasa bisa menjelaskan fenomena ini. Dimana teknologi memperalat manusia, dan konsep masa kanak-kanak yang sudah susah payah dibangun menjadi "kabur". Apabila mereka sebagai anak-anak masih belum mengerti betul apa efek dari yang mereka lakukan, kita sebagai orang yang lebih dewasa harusnya lebih bijak dan tidak mengolok mereka yang sebetulnya hanya ingin berkarya dan explore bakat mereka.

    Nadita P. Hapsari - 1506685901

    BalasHapus
  12. This is a very good content, salah satu berita yang sedang hangat diperbincangkan dikemas dengan menarik, dan dikaitkan dengan teori-teori yang sudah dipelajari selama satu semester terakhir ini.

    Saya khususnya menyukai bagaimana anda mengaitkan kasus dengan konsep anonimitas dan invisibilitas. It’s one thing to blatantly criticize somebody with your identity exposed, and it’s completely different when you’re just one of the many faceless avatars. Menurut saya hal ini ada kaitannya dengan konsep de-individuasi. De-individuasi adalah sebuah konsep dalam psikologi sosial yang menjelaskan hilangnya kesadaran diri karena seseorang menjadi satu dengan kelompok. Dengan kata lain, self-awareness individu melebur, bahkan hilang, akibat pikiran kolektif atau pengaruh dari kelompok sekitarnya. Saya rasa hal yang sama dapat dilihat dari video Audisi Biskuat ini. Ketika seseorang baru membuka videonya dan melihat ribuan komentar-komentar negatif yang ditujukan kepada anak-anak tersebut, tidak menutup kemungkinan ia akan melakukan hal yang sama karena ia menganggap video tersebut memang konyol dan lazim untuk diberikan komentar negatif. Konsep de-inviduasi ini didukung oleh anonimitas fisik; ketika individu pada kelompok besar, ia cenderung mempersepsikan dirinya sebagai anonim.

    -Nadia Arzella (1506756381)

    BalasHapus
  13. Kelompok ini berhasil mengangkat suatu topic tren dari perspektif kritis yang berbeda. Mungkin salah satu teori yang dapat dielaborasi oleh kelompok adalah keterkaitan antara kasus online trolling dengan teori technological determinism. Merujuk pada McLuhan, "the medium is the message", yang berarti media menjadi penentu bentuk pesan apa yang akan disampaikan. Seperti halnya kanal daring lainnya, youtube mendukung anonimitas, sehingga banyak digunakan untuk mengutarakan hate speech, padahal belum tentu para troll tersebut memiliki keberanian untuk mengutarakan pendapat negatif mereka di dunia nyata

    -Aqila Mazi (1506727103)

    BalasHapus
  14. Topik yang dibahas oleh kelompok ini merupakan topik yang sesuai dengan contoh-contoh yang dipaparkan. Topik ini cukup menarik dan saya setuju dengan teori-teori maupun konsep-konsep yang dipaparkan, salah satunya tentang anonimitas yang terjadi di internet. Pada dasarnya anonimitas itu sendiri bisa dikatakan sebagai salah satu ciri dari internet, dan dengan adanya anonimitas ini seseorang lebih bebas untuk mengungkapkan apa yang mereka ingin sampaikan.
    Secara tidak langsung, blog ini menyadarkan kita sebagai pengguna internet untuk bisa bersikap lebih dewasa dan mengedepankan rasa kemanusiaan kita terhadap sesama manusia

    - Angga Adriwinanto 1506686293

    BalasHapus
  15. Apa yang terjadi di media sosial adalah sama dengan apa yang terjadi di dunia nyata, bentuk-bentuk tindakan seperti trolling atau cyberbullying merupakan konsekuensi dari apa yang kita masukkan ke dalam internet/sosial media.
    karena sejatinya apa yang telah masuk ke dalam media sosial adalah milik publik, semua orang berhak untuk melihat, menanggapi, mengeksprersikan kesukaan/ketidaksukaan mereka dengan menunjukkan identitasnya atau berlindung pada ‘payung’ anonimitas.
    dalam kasus video biskuat ini saya hanya dapat berspekulasi apakah jnj merupakan suatu kebocoran data dari pihak biskuat? atau anak-anak tesbut yang membagikannya secara publik? mengingat bahwa menurut pedoman akun Google, untuk memilki sebuah akun harus minimal berusia 13 tahun.

    Ahmad Fitriyan - 1506755580

    berlindung pada ‘payung’ anonimitas

    BalasHapus
  16. konten yang disajikan oleh kelompok ini menarik. Hal ini dikarenakan perilaku online trolling sangat sering terjadi di dunia sosial. Saya setuju mengenai perilaku online trolling yang dilakukan masyarakat, namun mengumpat dibalik identitas anonim.

    Menambahkan apa yang disajikan oleh kelompok ini, salah satu contoh kasus lain dalam bentuk media sosial yang memiliki wadah sebagai ajang online trolling dan sumber anonim ialah ask.fm. Ask.fm menjadi sumber anonim untuk menyatakan pendapat, namun kebanyakan pendapat tersebut bersifat negatif dan anonim. Hal ini bisa kita lihat dari salah satu selebgram awkarin, yang pada tiap harinya awkarin bisa mendapat 1000 questions dengan isi komentar negatif.

    Hal ini tentu harus kita cegah dan salah satunya ialah dengan menerapkan literasi media kepada masyarakat. Dengan literasi media yang baik, kita mampu memilah atau menciptakan suatu konten yang dapat meminimalisasikan komentar negatif. Selain itu, literasi media berguna untuk meningkatkan daya kritis para netizen sehingga mampu menciptakan komentar yang berbobot dan bukan sebatas olok-olokkan.

    Karina Dhara Anandia, 1506756236

    BalasHapus
  17. Sedih memang, di jaman serba modern ini susah menjaga orang dalam berbicara di internet karena di internet sendiri tidak mempunyai batasan. Belum lagi, undang-undang yang berlaku tidak ketat pelaksanaannya. Seperti yang tercantum di Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu” “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”.

    Melihat adanya online trolling tersebut termasuk salah satu definisi menghina, karena mereka mengolok-olok akting dari anak-anak dalam audisi biskuat tersebut dan akan membuat malu mereka. Padahal dalam Pasal 1 No. 12 dalam UU No. 25 Tahun 2014 berbunyi Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

    Hak anak untuk merasa aman dan tidak dipermalukan, wajib dijamin dan dilindungi tidak hanya oleh keluarganya saja namun juga oleh masyarakat, negara, dan pemerintah. Selain pihak netizens yang telah melakukan online trolling, pihak dari Biskuat juga seharusnya melindungi hak anak tersebut. Bisa dengan cara dari awal, disediakan naskah dengan bahasa yang lebih enak didengar dan cocok untuk anak-anak. Atau tidak mengupload video-video audisi dari anak-anak tersebut.

    - Hasna Afifah - 1506756551 -

    Sumber :
    1. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt517f3d9f2544a/perbuatan-perbuatan-yang-termasuk-pencemaran-nama-baik
    2. https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://www.kpai.go.id/files/2013/09/uu-nomor-35-tahun-2014-tentang-perubahan-uu-pa.pdf&hl=in

    BalasHapus

  18. Konten yang sangat menarik untuk dibahas karena memang video viral ini sudah banyak ditonton oleh khalayak diberbagai media sosial manapun. Saya setuju dengan apa yang disebutkan mengenai fenomena yang disebut online trolling. Dimana pada saat ini online trolling ini terkadang disalahgunakan oleh masyarakat yang membuat masyarakat akhirnya menjadi bersikap tidak baik. Seperti yang dicontohkan dalam konten tersebut dimana viralnya video tentang audisi biskuat yang akhirnya malah justru menjadi tempat hujatan para netizen karena tingkah-tingkah dari para peserta yang aneh. Salah satunya video dari peserta yang bernama salsa. Karena videonya yang terlihat bertingkah yang bukan seharusnya untuk seumuran dia. Akhirnya membuat masyarakat menciptakan cyberbullying dengan membuat akun-akun untuk menguhujat video tersebut. Dalam konten ini saya sangat setuju pada pembahasan teori yang diberikan yaitu mengenai trolling yang sebagaimana disebutkan tujuan dari peranan troll sebagai to embarras, anger and disrupt and it is often undertaken merely for amusement, but sometimes driven bye more “serious” motivies.


    -Sintya Faradila Putri / 1506720753-

    BalasHapus
  19. Saya sangat setuju bahwa dewasa ini masyarakat lebih tertarik dengan komentar dari pada konten yang dipaparkan. Yang terjadi saat ini adalah ketika orang – orang memiliki anonimitas mereka dapat bebas menyuarakan pendapatnya. Menurut Thurlow, Legel dan Tomic (2007:99) karakteristik dalam komunikasi bermediasi komputer (CMC) dianggap rentan meyebabkan hal negatif di internet, yaitu anonimitas. Anonimitas ini mendorong kearah timbulnya disembodiment sebuah identitas yang tidak tergantung atau dibatasi oleh tampilan fisik. Selain itu, menurut ahli psikologi, manusia dengan mudah mengekspresikan dirinya di media sosial dibandingkan dengan tatap muka karena merasa tidak percaya diri dan takut untuk tidak disukai. (Rendro D.S. ed. 2010. Beyond Borders:Communication Modernity & History. Jakarta:LSPR)
    Hal ini menyebabkan maraknya perundungan online, tidak jarang anak-anak yang dijadikan objek sedangkan, untuk kesehatan mental anak hal tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena jika hal tersebut terjadi berkelanjutan akan menyebabkan depresi berat.

    Salsabila Puspitawardhani - 1506720671

    BalasHapus
  20. Ketika saya membaca ini miris saya melihat komentar - komentar dari netizen. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa anonimitas di internet sudah disalah gunakan. Terlebih lagi orang - orang yang meberikan komentar rela membuat akun baru untuk berkata hal - hal yang tidak baik. Hal ini membuat saya sedih karena banyak sekali orang yang lupa bahwa dengan meninggalkan komentar tersebut akan berujung pada cyberbullying dan juga trolling. Padahal kedua hal ini akan berakibat kepada mental health dari anak - anak tersebut. Menurut kidshealth.org (1) ini akan ada resiko di mana korban mengalami depresi, kelainan yang berhubungan dengan stres dan juga gelisah. Dalam sebagian kasus bisa mengakibatkan bunuh diri.

    1.http://kidshealth.org/en/parents/cyberbullying.html#kha_21

    Vanadya Adistiara - 1506720551

    BalasHapus
  21. Sangat menarik melihat bahasan kelompok mengenai online trolling serta definisi tepatnya. Di era digital ini tentu jika seseorang bermain sosial media mereka akan sering menjumpai trolls, walaupun mungkin tidak mendapatkan dampaknya langsung sendiri dan bahkan bisa jadi orang tersebut menjadi trollnya sendiri. Selain itu, tidak sedikit ada orang yang melihat perbedaan tipis antara hanya menjadi troll dan menyerang orang lain tersebut sehingga menjadi cyberbullying.

    Ada baiknya kita dapat mengetahui mengapa seseorang melakukan trolling karena menurut penelitian yang dilakukan oleh universitas Stanford dan Cornell di Amerika alasan mengapa seseorang melakukan trolling ada dua, yaitu: mood orang tersebut dan komentar orang lain (dalam Hosie, 2017). Mungkin bisa disimpulkan adanya anonimitas serta kedua faktor yang terlah disebutkan tersebut saling berhubungan sehingga banyak orang yang melakukan trolling.

    Referensi:
    Hosie, R. (2017, 7 Maret). Online Trolls: Why Do People Become Cyberbullies?. Diakses dari http://www.independent.co.uk/life-style/online-trolls-why-people-become-cyber-bullies-social-media-twitter-facebook-study-cornell-stanford-a7616126.html

    BalasHapus
  22. Saya setuju dengan pernyataan diatas mengenai online trolling. Apalagi online trolling sekarang dapat difasilitasi dengan anonimitas dan invisibility. Alasan saya setuju dengan isi dari blog ini adalah adanya penelitian dari Stanford and Cornell Universities di Amerika Serikat mengatakan bahwa masyarakat terpicu menjadi marah terhadap internet trolls melalui perilaku kawanannya yang biasanya setelah melihat serangan dari pengguna online lainnya. Internet trolls merupakan mereka pengguna internet yang melakukan penghasutan serta memprovokasi. Peneliti menemukan bahwa internet trolls ini merupakan orang-orang biasa. Bahkan berada di satu kondisi yang baik. Dan ini membuktikan bahwa online trolling menjadi hal yang lazim untuk dilakukan. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan cyberbullying adalah rasa iri, dengki, sombong, dan pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan. Misalnya mereka dahulunya pernah menjadi korban bully itu sendiri. Maka dari itu seharusnya kita sebagai pengguna internet menggunakan internet secara bijak.
    Referensi: http://techno.okezone.com/read/2017/02/08/56/1612655/faktor-pengguna-internet-terpicu-internet-troll ,
    http://www.psikoma.com/dampak-perkembangan-psikologis-dari-korban-cyberbullying/

    Winda Prima Nurulita-1506720766

    BalasHapus
  23. Ini isu yang menarik dan benar-benar lagi nge-tren, baik audisi biskuat itu sendiri maupun online trolling. Kehadiran onling trolling memang sangat nyata, apalagi bagi saya sebagai salah satu orang yang memang gemar membaca komentar. Benar bahwa penyebabnya adalah teknologi yang menyebabkan kaburnya dunia nyata dan memungkinkan anonimitas. Kadang terkesan harmless tapi trolling juga menghawatirkan, karena tidak sedikit atau bahkan sebagian besar bersifat negatif atau jahat. Sedikit out of topic, tapi saya rasa menarik juga bagaimana tingkah laku anak-anak yang ada dalam video audisi cenderung meniru apa yang ada di sinetron-sinetron ketika disuruh acting. Relevan dengan teori jarum suntik dimana media 'menyuntikkan' apa yang dianggap sebagai realita (bagaimana orang marah, sedih, atau acting itu sendiri) pada anak-anak tersebut.

    Shahnaz Aulia
    1506730855

    BalasHapus
  24. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  25. Topik yang menarik untuk dibahas dan memaparkan banyak konten sangat bagus. Saya setuju dengan pembahasan mengenai anonimitas dan invisibilitas, yang dimana identitas secara fisik si nitizen ini tidak diketahui dan ia merasa bebas untuk mengungkapkan apapun yang ada dipikirannya, sehingga hal ini mengarah pada salah satu fenomena yang disebut online trolling, yang dimana saat ini banyak masyarakat merasa memiliki kebebasan yang gemar mengomentari hal-hal yang ada di publik, Salah satunya adalah video biskuat ini yang mengundang nitizen untuk bekomentar dan komentarnya kebanyakan yang negatif. Hal ini berkaitan dengan konsep deindividualisasi yang merupakan tahap psikologis yang ditandai dengan hilangnya self-awareness dan berkurangnya ketakutan individu karena berada dalam kelompok (Hughes 2013). Menurut Reicher (1995) ada beberapa faktor utama yang membuat seseorang mengalami deindividualisasi, salah satunya adalah masalah anonimity, yaitu saat di mana identitas pribadi seseorang tidak diketahui.dan Hilangnya self- awareness dan self-regulation, hilangnya kesadaran diri dan kontrol diri menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang mengalami deindividuasi. Jadi hal yang perlu diingat adalah sebagai nitizen kita harus memiliki kesadaran terhadap hal-hal yang ada dan jangan mudah terpengaruh.

    Miratul Ainy – 1506756596.

    BalasHapus
  26. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  27. Untuk kasus Biskuat ini, saya berharap anak-anak ini sebelumnya telah menyetujui atau memberi consent kepada pihak Biskuat untuk mengunggah audisi mereka di YouTube. Karena jika tidak, maka ini akan menjadi permasalahan yang lain lagi.

    Tetapi, menyoroti kasus cyberbullying ini, jujur saya juga skeptis akan ada perubahan yang signifikan ke depannya dalam usaha YouTube memonitor konten komentar penggunanya. Apalagi, kebanyakan netizen Indonesia akan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomentar, dan tidak semua komentar negatif menggunakan bahasa yang tidak pantas. Tetapi, tanpa bahasa yang kurang pantas pun, komentar-komentar tersebut sudah dapat mengurangi rasa percaya diri yang dituju. Sayangnya, sepertinya kita tidak bisa menyingkirkannya dalam waktu dekat ini. Seperti yang kita tahu, sepertinya "you've never seen a real Internet fight until you see Youtube's comment sections".

    Wulandari Anindya Kana - 1506730874

    BalasHapus
  28. Topik yang diangkat oleh kelompok merupakan topik yang menarik dan lagi hangat-hangatnya. Benar memang semua orang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tetapi memang harus memperhatikan batasnya. Mengingat usia mereka yang masih terbilang kecil, tentu hal ini bisa berdampak buruk bagi mereka. Saya setuju sekali dengan konsep anonimitas yang diangkat kelompok, karena memang kebanyakan hal buruk yang terjadi di dunia maya disebabkan oleh konsep tersebut, di mana pelakunya merasa 'terbebas' dari tanggung jawab terhadap perbuatannya. Menurut saya, untuk mengatasi permasalahan ini selain dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan netizen (yang pasti akan sangat sulit) harus ada sebuah usaha yang tegas dari pihak platform onlinenya, seperti Youtube. Di Youtube sendiri sebenarnya sudah ada fitur dimana komen yang bisa ditampilkan adalah komen yang sudah disetujui. Pihak Biskuat pun juga harus bertanggung jawab terhadap hal ini di mana apakah para kontestan sudah menyetujui publikasi ini, dan menyalakan fitur penyaringan komentar. Bagi saya ini merupakan hal yang bijak untuk dilakukan dan tidak membatasi kebebasan berpendapat mengingat umur kontestan tersebut yang mungkin belum mengerti dan siap atas pro kontra masyarakat.

    Mazaya Putri Diandari
    1506755555

    BalasHapus